07 Maret 2009

Bahan Berbahaya dalam Makanan - MELAMIN

Melamin kembali menjadi buah bibir, setelah YLKI mengumumkan 10 produk yang ditengarai mengandung melamin. Memusingkan di Republik ini. Bahan non-food grade dicampurkan ke dalam produk pangan. Masih ingat kasus pewarna kain (rhodamine B yang paling terkenal), formalin, borax, di masa lampau? Sekarang melamin.

Melamin (2,4,6-triamino-s-triazine) adalah basa organik, dengan kandungan nitrogen mencapai 66%. Karena tingginya kandungan nitrogen inilah produsen makanan di China mencampurkannya  ke produk susu dan derivatnya. Mengapa begitu?

Susu seperti diketahui mempunyai kandungan utama adalah protein. Kesalahan kita, masyarakat kimia di seluruh dunia, mengandalkan analisis protein HANYA dengan menganalisis kandungan nitrogennya. Seolah-olah yang boleh mengandung nitrogen hanya protein dan asam amino. Setelah ada kasus melamin yang berawal di China, barulah masyarakat kimia dunia sadar bahwa protein dan asam amino bukanlah the only compounds that contain nitrogen.

Bercampurnya melamin ke dalam makanan terutama produk susu dan derivatnya masih menjadi momok bagi masyarakat dan trauma bagi beberapa pelaku industri. Temuan YLKI yang disampling bulan September-Oktober 2008 menunjukkan bahwa masih rentannya pasar Indonesia terhadap makanan-makanan impor yang tidak layak makan. Dari 10 sample yang ditemukan mengandung melamin, 90% adalah produk impor, dan hanya 1 yang produk dalam negeri. Itupun komponennya impor.

Temuan ini otomatis membuat pemegang merek kebakaran jenggot, dan masyarakat mengalami (lagi-lagi dan biasanya) panik sesaat, sebelum akhirnya lupa. BPOM yang merasa kecolongan juga unjuk bicara dengan gaya self-defense-nya. Konyolnya lagi, temuan BPOM jauh berbeda dengan temuan YLKI. Kenapa bisa demikian? Benarkah hanya perbedaan alat yang menjadi biang kerok perbedaan hasil tersebut?

1. Perbedaan sampel. Sampel yang diambil YLKI dan BPOM sudah pasti berbeda, karena perbedaan waktu. Akhir-akhir ini kericuhan makanan bermelamin di dunia sudah menurun, otomatis produk-produknya sudah mulai hilang di pasaran. Sementara itu, YLKI melakukan sampling pada saat peak-season demam melamin melanda dunia yaitu September-Desember 2008.

2. Perbedaan metode analisis. Perbedaan dalam metode analisis ini akan menggiring pada perbedaan preparasi, dan ujung-ujungnya perbedaan hasil. Di situs WHO ternyata banyak metode pengujian melamin, tergantung jenis sampelnya. Liquid Chromatography yang ditandem dengan dobel mass-spectrometry hanyalah salah satu dari metode analisis dengan limit of quantification yang paling teliti. Lucu juga kalo BPOM ngotot bahwa hasil metode analisis FMIPA UI yang menggunakan HPLC biasa dianggap tidak layak, dan ngotot standar WHO HANYALAH LC/MS/MS. Coba buka 
http://www.who.int/foodsafety/fs_management/Melamine_methods.pdf
.
Kalo BPOM kecolongan, akui saja deh gak usah pake cari kambing hitam metode analisis tidak layak.

Terlepas dari polemik YLKI vs BPOM, yang paling bagus adalah sampel YLKI dianalisis ulang di BPOM dengan metode yang dianggap standar menurut kaca mata kuda BPOM. Logikanya, kalo pake metode FMIPA UI (HPLC, LOQ level ppm) yang dicap gak teliti saja bisa terdeteksi apalagi pake LC/MS/MS yang memiliki LOQ level ppb.

Yang penting: MAKANLAH SELALU PRODUK DALAM NEGERI YANG LEGAL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar