14 Februari 2009

Opini: Perlukah Poejer (Puyer) Dipolemikkan?

Sudah beberapa hari ini, RCTI menayangkan polemik tentang puyer (Belanda: poejer, Inggris: powder). Pemberitaan yang bertubi-tubi ini menimbulkan kegerahan kepada masyarakat. Berbagai tanggapan saya baca di berbagai situs di internet. Ada yang pro, ada yang kontra, ada yang prihatin dengan cara pemberitaan yang digunakan. Saya tidak pro puyer, tidak pula kontra puyer. Saya pro dengan yang prihatin dengan cara pemberitaan yang digunakan.

Sebagai seorang chemist anak dari pasangan apoteker, kakak dari seorang dokter, tentu saya sangat prihatin dengan cara pemberitaan yang dilakukan oleh RCTI. Memang ada pesan di awal bahwa liputan yang dimaksud tidak untuk menakut-nakuti atau membuat masyarakat ragu. Tapi jika saya menempatkan diri sebagai mereka, saya merasa terintimidasi.

Terlepas dari masalah kemasan, saya tertarik dari untuk ikut nimbrung dalam polemik ini. Ada beberapa kata kunci dari narasumber yang diwawancara menarik perhatian saya.
  1. Belum ada penelitian tentang apakah poejer berbahaya atau tidak
  2. Peracikan poejer di apotek tidak sesuai dengan CPOB
Sekarang bagaimana kita harus bersikap? Sebagai masyarakat awam (saya bukan apoteker dan bukan dokter), kita harus jeli mensikapi polemik yang dikembangkan melalui RCTI ini. Fakta bahwa belum ada penelitian yang komprehensif tentang bahaya poejer, maka kita perlu mengkaji hal-hal berikut ini dalam menentukan sikap.
  1. Dokter, apoteker, dan asisten apoteker melakukan pekerjaannya di bawah sumpah. Mereka yang berintegritas tinggi pasti akan melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya, kecuali dokter, apoteker, dan asisten apoteker bermasalah yang memang niat melakukan malpraktek (seperti yang diliput di RCTI itu dokternya yang malpraktek bukan salah poejernya).
  2. Ada beberapa tablet paten yang tidak boleh dipatahkan atau digerus, karena pabrik merancang obat ini untuk melepas secara perlahan-lahan zat aktifnya setelah berada di dalam lambung. Tetapi dokter dan apoteker seharusnya mengetahui hal ini, karena untuk obat-obat semacam ini biasanya ada semacam petunjuk khusus.
  3. Obat bagaimanapun adalah suatu bahan kimia. Dalam ilmu kimia ada bahan-bahan yang tidak boleh dicampur. Mereka disebut dengan incompatible substances. Apoteker dan asisten apoteker dibekali dengan pengetahuan tersebut.
  4. Belum ada penelitian tentang manfaat vs mudharat poejer secara komprehensif.
  5. Beberapa fakta kelemahan poejer di RCTI yang bisa diterima adalah: (a) hasil gerusan tidak semua pindah ke kertas bungkus karena tertinggal di mortar, sehingga kadarnya kurang dari yang diresepkan; (b) pada saat meminumkan, lagi-lagi ada yang tertinggal di kertas pembungkus, sehingga kadarnya semakin rendah; (c) ada kemungkinan salah ambil obat (manusiawi); (d) ada kemungkinan salah timbang (manusiawi); dsb.
  6. Beberapa fakta bahwa poejer masih diperlukan adalah: (a) harga poejer lebih terjangkau; (b) tidak semua obat paten sesuai dengan kehendak dokter dalam menyembuhkan pasiennya; (c) anak-anak dan balita belum bisa menelan tablet, sementara obat paten yang banyak pilihan dan dosisnya sebagian besar berbentuk tablet dan dosis orang dewasa; (d) kombinasi poejer adalah unik untuk tiap pasien, karena dokter menimbang pasiennya terlebih dahulu.
Kesimpulan:
Secara pribadi saya tetap menganggap tidak ada masalah dengan obat racikan berbentuk poejer. Saya percaya dokter keluarga saya tidak akan menjerumuskan kami. Pasien adalah customer, dokter adalah perancang busana atau order taker, apoteker adalah dapur atau tukang jahit. Setelah poejer dipolemikkan, apakah nantinya makanan harus dari pabrik? Bagaimana nasib waroeng pinggir jalan? Setelah makanan, apakah nanti pakaian juga harus dari pabrik? Bagaimana nasib tukang jahit keliling? 

ADAKAH KARTEL OBAT PATEN BERMAIN DI BALIK TAYANGAN INI? ONLY GOD KNOWS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar